Pendekatan spiritual tampaknya telah
merambah ke setiap sendi kehidupan. Aktivitas spiritual, dalam persepsi
masyarakat biasanya diarahkan dalam konteks ibadah atau untuk membangun
komunikasi vertikal dengan Sang Khaliq, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Namun kini, istilah ini mulai
populer dan digunakan di lingkungan perusahaan. Misalnya, guna meningkatkan
etos dan produktivitas kerja. Tidak terkecuali sudah menjalar ke dunia
marketing. Maka kini dikenal lah dengan nama spiritual marketing atau spiritual
branding.
Menurut suhu Marketing, Hermawan
Kartadjaya, pendekatan spiritual dalam membangun brand, misalnya, diyakini
tidak hanya sanggup mendongkrak profit, lebih dari itu mampu menebarkan value
yang menjamin kelanggengan merek. Bahkan sanggup membentuk diferensiasi yang
tak tertandingi. Lalu dimana sesungguhnya efek luar biasanya?
Kata sang suhu, bahwa pemasaran
tidak hanya dalam pengertian the meaning of marketing, melainkan juga
dalam pengertian marketing of the meaning. Yang berarti adanya tuntutan
agar dunia pemasaran menunjukkan nilainya. Bahwasanya pemasaran tidak hanya
produk dengan manfaat fungsional ataupun manfaat emosional, melainkan mesti
pula menonjolkan manfaat spiritual.
Tentu saja bahwa maksud sang suhu,
bahwa pendekatan pemasaran wajib dilakukan dengan berbasis nilai spiritual.
Dengan mendasarkan pada nilai-nilai (spiritual), dapat dipastikan akan
mendapatkan hasil yang berbeda. Ini berarti bahwa perusahaan atau pemilik
merek itu tidak sekadar memberikan jaminan kepuasan atau hanya mengincar
an-sich profitabilitas, melainkan juga harus lah memiliki compassion (rasa
kasih sayang/rasa iba/peduli) dan sustainability.
Contoh penerapan spiritual branding
seperti yang diterapkan Grameen Bank, yang secara konsisten telah menanamkan nilai
kemanusiaan kepada nasabahnya. Begitupun The Body Shop, melalui pemberdayaan
para petani lemah sebagai pemasok. Serta Story TBS yang telah sukses
mengkampanyekan untuk tidak melukai binatang. Ternyata semuanya telah berhasil
mendapat tempat di hati masyarakat dan kastamernya dengan meraih nilai di atas
rata-rata.
Merek mereka memiliki reputasi
tinggi dengan dayasaing (diferensiasi) yang sulit tertandingi. Tidak seperti
umumnya produk lain yang hanya didorong dan menawarkan added value (nilai
lebih) saja. Tapi pendekatan spiritual, berhasil mengantarkan
merk-nya dari value menjadi values.
Dengan demikian jika proses kerjanya
sudah menggunakan nilai spiritual, maka produk atau jasa yang dihasilkannya pun
dengan sendirinya mengandung nilai spiritual. Inilah yang disebutnya sebagai
spiritual marketing. Sama halnya dengan konsep VBM (Buku terbaru Hermawan K),
bagaimana pemasar menyampaikan value dengan values. Sehingga produk/jasa yang
dihasilkannya memperlihatkan compassion, mengunggulkan hasrat, mengincar
keberlanjutan, dan terlihat sangat berbeda dari produk lain.
Nah, kini bagaimana dengan branding
dari beberapa produk Telkom, seperti Speedy, Flexi, Yes-TV, Delima, Groovia,
dll…Sudahkah bernuansakan atau membawakan nilai spiritual? Memang tak mudah untuk
menciptakan sebuah brand yang bernilai spiritual. Diperlukan pemahaman dan
pemilihan isu yang benar-benar sangat menyentuh nilai kemanusiaan.
Diperlukan suatu rancangan atau sebuah Story yang mengacu pada value
kemanusiaan kastamer kita.
Jadi tak cukup dengan hanya
mendompleng pada beberapa kegiatan olahraga saja, seperti Speedy Tour
d’Indonesia atau Garuda Speedy pada olahraga bola basket. Sebetulnya masih
banyak bidang atau isu lain yang lebih menyentuh. Misalnya, dengan mengangkat
isu mengenai polusi udara, narkoba dan aids, pramuka atau lewat seni budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar